Rabu, 19 September 2012

PERBEDAAN ANTARA MANUSIA, JIN, SETAN DAN IBLIS


PERBEDAAN ANTARA MANUSIA, JIN, SETAN DAN IBLIS

Pembahasan Jin, Setan dan Iblis masih menyisakan kontroversi hingga kini. Namun yg jelas eksistensi mereka diakui dlm syariat. Sehingga jika masih ada dari kalangan muslim yg meragukan keberadaan mereka teramat pantas jika diragukan keimanannya.

Sesungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengutus nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dgn risalah yg umum dan menyeluruh. Tidak hanya utk kalangan Arab saja namun juga utk selain Arab. Tidak khusus bagi kaum saja namun bagi umat seluruhnya. Bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus kepada segenap Ats-Tsaqalain : jin dan manusia.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

قُلْ يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُوْلُ اللهِ إِلَيْكُمْ جَمِيْعًا

“Katakanlah: `Wahai manusia sesungguh aku adl utusan Allah kepadamu semua.”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ كَافَّةً

“Adalah para nabi itu diutus kepada kaum sedang aku diutus kepada seluruh manusia.”

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:

وَإِذْ صَرَفْنَا إِلَيْكَ نَفَرًا مِنَ الْجِنِّ يَسْتَمِعُوْنَ الْقُرْآنَ فَلَمَّا حَضَرُوْهُ قَالُوا أَنْصِتُوا فَلَمَّا قُضِيَ وَلَّوْا إِلَى قَوْمِهِمْ مُنْذِرِيْنَ. قَالُوا يَا قَوْمَنَا إِنَّا سَمِعْنَا كِتَابًا أُنْزِلَ مِنْ بَعْدِ مُوْسَى مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ يَهْدِي إِلَى الْحَقِّ وَإِلَى طَرِيْقٍ مُسْتَقِيْمٍ. يَا قَوْمَنَا أَجِيْبُوا دَاعِيَ اللهِ وَآمِنُوا بِهِ يَغْفِرْ لَكُمْ مِنْ ذُنُوْبِكُمْ وَيُجِرْكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيْمٍ. وَمَنْ لاَ يُجِبْ دَاعِيَ اللهِ فَلَيْسَ بِمُعْجِزٍ فِي اْلأَرْضِ وَلَيْسَ لَهُ مِنْ دُوْنِهِ أَوْلِيَاءُ أُولَئِكَ فِي ضَلاَلٍ مُبِيْنٍ

“Dan ingatlah ketika Kami hadapkan sekumpulan jin kepadamu yg mendengarkan Al-Qur`an. mk ketika mereka menghadiri pembacaan lalu mereka berkata: `Diamlah kamu ’. Ketika pembacaan telah selesai mereka kembali kepada kaum memberi peringatan. Mereka berkata: `Wahai kaum kami sesungguh kami telah mendengarkan kitab yg telah diturunkan setelah Musa yg membenarkan kitab-kitab yg sebelum lagi memimpin kepada kebenaran dan jalan yg lurus. Wahai kaum kami terimalah orang yg menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kamu dan melepaskan kamu dari azab yg pedih. Dan orang yg tdk menerima orang yg menyeru kepada Allah mk dia tdk akan lepas dari azab Allah di muka bumi dan tdk ada bagi pelindung selain Allah. Mereka itu dlm kesesatan yg nyata’.”

Jin Diciptakan Sebelum Manusia

Tak ada satupun dari golongan kaum muslimin yg mengingkari keberadaan jin. Demikian pula mayoritas kaum kuffar meyakini keberadaannya. Ahli kitab dari kalangan Yahudi dan Nashrani pun mengakui eksistensi sebagaimana pengakuan kaum muslimin meski ada sebagian kecil dari mereka yg mengingkarinya. Sebagaimana ada pula di antara kaum muslimin yg mengingkari yakni dari kalangan orang bodoh dan sebagian Mu’tazilah.

Jelas keberadaan jin merupakan hal yg tdk dapat disangkal lagi mengingat pemberitaan dari para nabi sudah sangat mutawatir dan diketahui orang banyak. Secara pasti kaum jin adl makhluk hidup berakal dan mereka melakukan segala sesuatu dgn kehendak. Bahkan mereka dibebani perintah dan larangan hanya saja mereka tdk memiliki sifat dan tabiat seperti yg ada pada manusia atau selainnya.

Aneh orang2 filsafat masih mengingkari keberadaan jin. Dan dlm hal inipun Muhammad Rasyid Ridha telah keliru. Dia mengatakan: “Sesungguh jin itu hanyalah ungkapan/ gambaran tentang bakteri-bakteri. Karena ia tdk dapat dilihat kecuali dgn perantara mikroskop.”

Jin lbh dahulu diciptakan daripada manusia sebagaimana dikabarkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dlm firman-Nya:

وَلَقَدْ خَلَقْنَا اْلإِنْسَانَ مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ مَسْنُوْنٍ. وَالْجَانَّ خَلَقْنَاهُ مِنْ قَبْلُ مِنْ نَارِ السَّمُوْمِ

“Dan sesungguh Kami telah menciptakan manusia dari tanah liat kering dari lumpur hitam yg diberi bentuk. Dan Kami telah menciptakan jin sebelum dari api yg sangat panas.”

Karena jin lbh dulu ada mk Allah Subhanahu wa Ta’ala mendahulukan penyebutan daripada manusia ketika menjelaskan bahwa mereka diperintah utk beribadah seperti hal manusia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُوْنِ

“Dan Aku tdk menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”

Jin Setan dan Iblis

Kalimat jin setan ataupun juga Iblis seringkali disebutkan dlm Al-Qur`an bahkan mayoritas kita pun sudah tdk asing lagi mendengarnya. Sehingga eksistensi sebagai makhluk Allah Subhanahu wa Ta’ala tdk lagi diragukan berdasarkan Al-Qur`an dan As-Sunnah serta ijma’ ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah. Tinggal persoalan apakah jin setan dan Iblis itu tiga makhluk yg berbeda dgn penciptaan yg berbeda ataukah mereka itu bermula dari satu asal atau termasuk golongan para malaikat?

Yang pasti Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menerangkan asal-muasal penciptaan jin dgn firman-Nya:

وَالْجَانَّ خَلَقْنَاهُ مِنْ قَبْلُ مِنْ نَارِ السَّمُوْمِ

“Dan Kami telah menciptakan jin sebelum dari api yg sangat panas.”

Juga firman-Nya:

وَخَلَقَ الْجَانَّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ

“Dan Dia menciptakan jin dari nyala api.”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

خُلِقَتِ الْمَلاَئِكَةُ مِنْ نُوْرٍ وَخُلِقَتِ الْجَانُّ مِنْ مَّارِجٍ مِنْ نَارٍ وَخُلِقَ آدَمُ مِمَّا وُصِفَ لَكُمْ

“Para malaikat diciptakan dari cahaya jin diciptakan dari nyala api dan Adam diciptakan dari apa yg disifatkan kepada kalian.”

Adapun Iblis mk Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentangnya:

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلاَئِكَةِ اسْجُدُوا لآدَمَ فَسَجَدُوا إِلاَّ إِبْلِيْسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ

“Dan ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada Adam’ mk sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adl dari golongan jin…”

Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: “Iblis mengkhianati asal penciptaan krn dia sesungguh diciptakan dari nyala api sedangkan asal penciptaan malaikat adl dari cahaya. mk Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan di sini bahwa Iblis berasal dari kalangan jin dlm arti dia diciptakan dari api. Al-Hasan Al-Bashri berkata: ‘Iblis tdk termasuk malaikat sedikitpun. Iblis merupakan asal mula jin sebagaimana Adam sebagai asal mula manusia’.”

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullahu mengatakan: “Iblis adl abul jin .”
 Sedangkan setan mereka adl kalangan jin yg durhaka. Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi rahimahullahu pernah ditanya tentang perbedaan jin dan setan beliau menjawab: “Jin itu meliputi setan namun ada juga yg shalih. Setan diciptakan utk memalingkan manusia dan menyesatkannya. Adapun yg shalih mereka berpegang teguh dgn agama memiliki masjid-masjid dan melakukan shalat sebatas yg mereka ketahui ilmunya. Hanya saja mayoritas mereka itu bodoh.”

Siapakah Iblis ?

Terjadi perbedaan pendapat dlm hal asal-usul iblis apakah berasal dari malaikat atau dari jin.
 Pendapat pertama menyatakan bahwa iblis berasal dari jenis jin. Ini adl pendapat Al-Hasan Al-Bashri rahimahullahu. Beliau menyatakan: “Iblis tdk pernah menjadi golongan malaikat sekejap matapun sama sekali. Dan dia benar-benar asal-usul jin sebagaimana Adam adl asal-usul manusia.”

Pendapat ini pula yg tampak dikuatkan oleh Ibnu Katsir Al-Jashshash dlm kitab Ahkamul Qur‘an dan Asy-Syinqithi dlm kitab Adhwa`ul Bayan . Penjelasan tentang dalil pendapat ini beliau sebutkan dlm kitab tersebut. Secara ringkas dapat disebutkan sebagai berikut:
 1. Kema’shuman malaikat dari perbuatan kufur yg dilakukan iblis sebagaimana firman Allah:

لاَ يَعْصُوْنَ اللهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ

“…yang tdk mendurhakai Allah terhadap apa yg diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yg diperintahkan.”

لاَ يَسْبِقُوْنَهُ بِالْقَوْلِ وَهُمْ بِأَمْرِهِ يَعْمَلُوْنَ

“Mereka itu tdk mendahului-Nya dgn perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya.”
 2. Dzahir surat Al-Kahfi ayat 50

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلاَئِكَةِ اسْجُدُوا لآدَمَ فَسَجَدُوا إِلاَّ إِبْلِيْسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ

“Dan ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada Adam’ mk sujudlah mereka kecuali iblis. Dia adl dari golongan jin lalu ia mendurhakai perintah Rabbnya.”

Allah menegaskan dlm ayat ini bahwa iblis dari jin dan jin bukanlah malaikat. Ulama yg memegang pendapat ini menyatakan: “Ini adl nash Al-Qur`an yg tegas dlm masalah yg diperselisihkan ini.” Beliau juga menyatakan: “Dan hujjah yg paling kuat dlm masalah ini adl hujjah mereka yg berpendapat bahwa iblis bukan dari malaikat.”

Adapun pendapat kedua yg menyatakan bahwa iblis dari malaikat menurut Al-Qurthubi adl pendapat jumhur ulama termasuk Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma. Alasan adl firman Allah:

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلاَئِكَةِ اسْجُدُوا لآدَمَ فَسَجَدُوا إِلاَّ إِبْلِيْسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِيْنَ

“Dan ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada Adam’ mk sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adl ia termasuk golongan orang2 yg kafir.”

Juga ada alasan-alasan lain berupa beberapa riwayat Israiliyat.
 Pendapat yg kuat adl pendapat yg pertama insya Allah krn kuat dalil mereka dari ayat-ayat yg jelas.
 Adapun alasan pendapat kedua sebenar ayat tersebut tdk menunjukkan bahwa iblis dari malaikat. Karena susunan kalimat tersebut adl susunan istitsna` munqathi’ .

Adapun cerita-cerita asal-usul iblis itu adl cerita Israiliyat. Ibnu Katsir menyatakan: “Dan dlm masalah ini banyak yg diriwayatkan dari ulama salaf. Namun mayoritas adl Israiliyat yg dinukilkan utk dikaji –wallahu a’lam– Allah lbh tahu tentang keadaan mayoritas cerita itu. Dan di antara ada yg dipastikan dusta krn menyelisihi kebenaran yg ada di tangan kita. Dan apa yg ada di dlm Al-Qur`an sudah memadai dari yg selain dari berita-berita itu.”

Asy-Syinqithi menyatakan: “Apa yg disebutkan para ahli tafsir dari sekelompok ulama salaf seperti Ibnu ‘Abbas dan selain bahwa dahulu iblis termasuk pembesar malaikat penjaga surga mengurusi urusan dunia dan nama adl ‘Azazil ini semua adl cerita Israiliyat yg tdk bisa dijadikan landasan.”

Siapakah Setan ?

Setan atau Syaithan dlm bahasa Arab diambil dari kata yg berarti jauh. Ada pula yg mengatakan bahwa itu dari kata yg berarti terbakar atau batal. Pendapat yg pertama lbh kuat menurut Ibnu Jarir dan Ibnu Katsir sehingga kata Syaithan arti yg jauh dari kebenaran atau dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala .

Ibnu Jarir menyatakan syaithan dlm bahasa Arab adl tiap yg durhaka dari jin manusia atau hewan atau dari segala sesuatu.
 Demikianlah Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِيْنَ اْلإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوْحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُوْرًا

“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh yaitu setan-setan manusia dan jin sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yg lain perkataan-perkataan yg indah-indah utk menipu .”

Allah menjadikan setan dari jenis manusia seperti hal setan dari jenis jin. Dan hanyalah tiap yg durhaka disebut setan krn akhlak dan perbuatan menyelisihi akhlak dan perbuatan makhluk yg sejenis dan krn jauh dari kebaikan.

Ibnu Katsir menyatakan bahwa syaithan adl semua yg keluar dari tabiat jenis dgn kejelekan . Lihat juga Al-Qamus Al-Muhith .
 Yang mendukung pendapat ini adl surat Al-An’am ayat 112:

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِيْنَ اْلإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوْحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُوْرًا

“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh yaitu setan-setan manusia dan jin sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yg lain perkataan-perkataan yg indah-indah utk menipu .”

Al-Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Dzar radhiallahu ‘anhu ia berkata: Aku datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau berada di masjid. Akupun duduk. Dan beliau menyatakan: “Wahai Abu Dzar apakah kamu sudah shalat?” Aku jawab: “Belum.” Beliau mengatakan: “Bangkit dan shalatlah.” Akupun bangkit dan shalat lalu aku duduk. Beliau berkata: “Wahai Abu Dzar berlindunglah kepada Allah dari kejahatan setan manusia dan jin.” Abu Dzar berkata: “Wahai Rasulullah apakah di kalangan manusia ada setan?” Beliau menjawab: “Ya.”

Ibnu Katsir menyatakan setelah menyebutkan beberapa sanad hadits ini: “Inilah jalan-jalan hadits ini. Dan semua jalan-jalan hadits tersebut menunjukkan kuat hadits itu dan keshahihannya.”

Yang mendukung pendapat ini juga hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dlm riwayat Muslim:

الْكَلْبُ اْلأَسْوَدُ شَيْطَانٌ

“Anjing hitam adl setan.”
 Ibnu Katsir menyatakan: “Makna –wallahu a’lam– yaitu setan dari jenis anjing.”
 Ini adl pendapat Qatadah Mujahid dan yg dikuatkan oleh Ibnu Jarir Ibnu Katsir Asy-Syaukani dan Asy-Syinqithi.
 Dalam masalah ini ada tafsir lain terhadap ayat itu tapi itu adl pendapat yg lemah.

Ketika membicarakan tentang setan dan tekad dlm menyesatkan manusia Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

قَالَ أَنْظِرْنِي إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُوْنَ. قَالَ إِنَّكَ مِنَ الْمُنْظَرِيْنَ. قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيْمَ. ثُمَّ لآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيْهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلاَ تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِيْنَ

“Iblis menjawab: ‘Beri tangguhlah aku sampai waktu mereka dibangkitkan’ Allah berfirman ‘Sesungguh kamu termasuk mereka yg diberi tangguh.’ Iblis menjawab: ‘Karena Engkau telah menghukumiku tersesat aku benar-benar akan mereka dari jalan Engkau yg lurus. Kemudian aku akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka dari kanan dan kiri mereka. Dan Engkau tdk akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur .”

Setan adl turunan Iblis sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

أَفَتَتَّخِذُوْنَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُوْنِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ بِئْسَ لِلظَّالِمِيْنَ بَدَلاً

“Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunan sebagai pemimpin selain-Ku sedang mereka adl musuhmu? Amat buruklah Iblis itu sebagai pengganti bagi orang2 yg dzalim.”
 Turunan-turunan Iblis yg dimaksud dlm ayat ini adl setan-setan.

Penggambaran Tentang Jin

Al-jinnu berasal dari kata janna syai`un yajunnuhu yg bermakna satarahu . mk segala sesuatu yg tertutup berarti tersembunyi. Jadi jin itu disebut dgn jin krn keadaan yg tersembunyi.

Jin memiliki roh dan jasad. dlm hal ini Syaikhuna Muqbil bin Hadi rahimahullahu mengatakan: “Jin memiliki roh dan jasad. Hanya saja mereka dapat berubah-ubah bentuk dan menyerupai sosok tertentu serta mereka bisa masuk dari tempat manapun. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada kita agar menutup pintu-pintu sembari beliau mengatakan: ‘Sesungguh setan tdk dapat membuka yg tertutup’. Beliau memerintahkan agar kita menutup bejana-bejana dan menyebut nama Allah Subhanahu wa Ta’ala atasnya. Demikian pula bila seseorang masuk ke rumah kemudian membaca bismillah mk setan mengatakan: ‘Tidak ada kesempatan menginap’. Jika seseorang makan dan mengucapkan bismillah mk setan berkata: ‘Tidak ada kesempatan menginap dan bersantap malam’.”

Jin bisa berwujud seperti manusia dan binatang. Dapat berupa ular dan kalajengking juga dlm wujud unta sapi kambing kuda bighal keledai dan juga burung. Serta bisa berujud Bani Adam seperti waktu setan mendatangi kaum musyrikin dlm bentuk Suraqah bin Malik kala mereka hendak pergi menuju Badr. Mereka dapat berubah-ubah dlm bentuk yg banyak seperti anjing hitam atau juga kucing hitam. Karena warna hitam itu lbh signifikan bagi kekuatan setan dan mempunyai kekuatan panas.
 Kaum jin memiliki tempat tinggal yg berbeda-beda. Jin yg shalih bertempat tinggal di masjid dan tempat-tempat yg baik. Sedangkan jin yg jahat dan merusak mereka tinggal di kamar mandi dan tempat-tempat yg kotor.

Tulang dan kotoran hewan adl makanan jin. Di dlm sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu:

ابْغِنِي أَحْجَارًا أَسْتَنْفِضْ بِهَا وَلاَ تَأْتِنِي بِعَظْمٍ وَلاَ بِرَوْثَةٍ. فَأَتَيْتُهُ بِأَحْجَارٍ أَحْمَلُهَا فِي طَرَفِ ثَوْبِي حَتَّى وَضَعْتُهَا إِلَى جَنْبِهِ ثُمَّ انْصَرَفْتُ حَتَّى إِذَا فَرَغَ مَشَيْتُ فَقُلْتُ: مَا بَالُ الْعَظْمِ وَالرَّوْثَةِ؟ قَالَ: هُمَا مِنْ طَعَامِ الْجِنِّ وَإِنَّهُ أَتَانِي وَفْدُ جِنِّ نَصِيْبِيْنَ وَنِعْمَ الْجِنُّ فَسَأَلُوْنِي الزَّادَ فَدَعَوْتُ اللهَ لَهُمْ أَنْ لاَ يَمُرُّوا بِعَظْمٍ وَلاَ بِرَوْثَةٍ إِلاَّ وَجَدُوا عَلَيْهَا طَعَامًا

“Carikan beberapa buah batu utk kugunakan bersuci dan janganlah engkau carikan tulang dan kotoran hewan.” Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata: “Aku pun membawakan untuk beberapa buah batu dan kusimpan di sampingnya. Lalu aku menjauh hingga beliau menyelesaikan hajatnya.”

Aku bertanya: “Ada apa dgn tulang dan kotoran hewan?”
 Beliau menjawab: “Kedua termasuk makanan jin. Aku pernah didatangi rombongan utusan jin dari Nashibin dan mereka adl sebaik-baik jin. Mereka meminta bekal kepadaku. mk aku berdoa kepada Allah utk mereka agar tidaklah mereka melewati tulang dan kotoran melainkan mereka mendapatkan makanan.”

Gambaran Tentang Iblis dan Setan

Iblis adl wazan dari fi’il diambil dari asal kata al-iblaas yg bermakna at-tai`as dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
 Mereka adl musuh nomer wahid bagi manusia musuh bagi Adam dan keturunannya. Dengan kesombongan dan analogi yg rusak serta kedustaan mereka berani menentang perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala saat mereka enggan utk sujud kepada Adam.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلاَئِكَةِ اسْجُدُوا لآدَمَ فَسَجَدُوا إِلاَّ إِبْلِيْسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِيْنَ

“Dan ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada Adam’ mk sujudlah mereka kecuali Iblis. Ia enggan dan takabur dan adl ia termasuk golongan orang2 yg kafir.”

Malah dgn analogi yg menyesatkan Iblis menjawab:

قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِيْنٍ

“Aku lbh baik darinya: Engkau ciptakan aku dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.”
 Analogi atau qiyas Iblis ini adl qiyas yg paling rusak. Qiyas ini adl qiyas batil krn bertentangan dgn perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala yg menyuruh utk sujud. Sedangkan qiyas jika berlawanan dgn nash mk ia menjadi batil krn maksud dari qiyas itu adl menetapkan hukum yg tdk ada pada nash mendekatkan sejumlah perkara kepada yg ada nash sehingga keberadaan menjadi pengikut bagi nash.

Bila qiyas itu berlawanan dgn nash dan tetap digunakan/ diakui mk konsekuensi akan menggugurkan nash. Dan inilah qiyas yg paling jelek!

Sumpah mereka utk menggoda Bani Adam terus berlangsung sampai hari kiamat setelah mereka berhasil menggoda Abul Basyar Adam dan vonis sesat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala utk mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan kita dgn firman-Nya:

يَابَنِي آدَمَ لاَ يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُمْ مِنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْآتِهِمَا إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ تَرَوْنَهُمْ إِنَّا جَعَلْنَا الشَّيَاطِيْنَ أَوْلِيَاءَ لِلَّذِيْنَ لاَ يُؤْمِنُوْنَ

“Hai anak Adam janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari surga. Ia menanggalkan pakaian kedua utk memperlihatkan kepada kedua auratnya. Sesungguh ia dan pengikut-pengikut melihat kamu dari suatu tempat yg kamu tdk bisa melihat mereka. Sesungguh Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin-pemimpin bagi orang2 yg tdk beriman.”

Karena setan sebagai musuh kita mk kita diperintahkan utk menjadi musuh setan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوْهُ عَدُوًّا إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُوْنُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيْرِ

“Sesungguh setan itu adl musuh bagimu mk anggaplah ia musuhmu krn sesungguh setan-setan itu hanya mengajak golongan supaya mereka menjadi penghuni neraka yg menyala-nyala.”
 Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

أَفَتَتَّخِذُوْنَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُوْنِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ بِئْسَ لِلظَّالِمِيْنَ بَدَلاً

“Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunan sebagai pemimpin selain-Ku sedangkan mereka adl musuhmu? Amat buruklah Iblis itu sebagai pengganti bagi orang2 yg dzalim.”
 Semoga kita semua terlindung dari godaan-godaannya. Wal ’ilmu ’indallah.

Kamis, 26 Mei 2011

Kalimat Tauhid

Kalimat Tauhid

ABU DHAR ra, sahabat Nabi saw, pernah sebelum masuk Islam, pergi ke tempat yang biasanya ia menyembah berhala setiap hari untuk meminta kepadanya rizki. Tiba-tiba ia melihat kepala patungnya basah seperti ada orang yang sengaja menyiraminya dengan air. Abu Dhar marah besar dan bertanya kepada dirinya: “siapa gerangan yang berani berani menyirami air di atas kepala Tuhanku”. Ia menengok ke kiri ke kanan tapi tidak mendapatkan tanda-tanda ada seseorang berada di sekitar tempat itu, hanya saja ia melihat ada seekor serigala sedang asyik tidur di tempat yang tak berjahuan dengan patungnya. Dari situ, ia mengetahui bahwa serigala itulah yang telah mengencingi kepala Tuhannya. Maka turunlah kepada Abu Dhar hidayat dari Allah. Lalu ia melontarkan beberapa bait syair kepada patungnya:

Tuhan dikencingi serigala di atas kepalanya
Sungguh hina bagi Tuhan yang telah dikecingi
Jika kamu itu Tuhan pasti kamu bisa mencegahnya
Maka sialan bagimu karena tidak bisa melindungi.
Aku beriman kepada Allah, tak ada yang mengalahi Nya. Dan bersuci dari segala bentuk patung di muka bumi

Setelah itu Abu Dhar datang kepada Rasulallah untuk mengikrarkan keislamannya. Mulai saat itu ia menjali seorang muslim yang patuh dan teguh dalam membela kalimat tauhid.

Konon dari kecintaannya beliau terhadap kalimat tauhid, sehingga bacaan ayat suci al Quran yang paling banyak dibaca ialah surat al-Ikhlas (Qul Huallahu Ahad). Karena di dalam surat itu terkandung ayat-ayat yang memurnikan keesaan Allah dan menolak segala macam kekufuran.

Suatu ketika Rasulallah saw berkata kepada Abu Dhar: “Wahai Abu Dhar sesungguhnya Jibril telah memberi salam kepadamu”. Abu Dhar pun bertanya kepada Beliau “Bagaimana Jibril bisa mengenalku, ya Rasulallah?”. Rasulallah saw menjawab: “Pertanyaanmu itu telah ku tanya kepada Jibril, dan iapun menjawab: “Bagaimana aku tidak mengenal Abu Dhar, sedangkan semua malaikat di langit telah mengenalnya”. Aku lalu bertanya lagi kepada Jibril: “Bagimana mereka mengenal Abu Dhar wahai Jibril”. Jibril pun menjawab: “karena ia banyak sekali membaca surat al-Ikhlas“.

Dari kisah di atas, kita bisa mengambil satu pelajaran penting sekali bahwa Islam mengajarkan umatnya, sebelum segala sesuatu, agar memperteguh akidahnya dan memperkuat keyakinanya dengan kalimat tauhid “La Ilaha Ilallah”. Jika akidah dan keyakinan kepada Allah kuat, niscaya akhlak pun akan baik dan benar. Karena untuk merobah akhlak menjadi baik dan benar tanpa memperkuat akidah dan tauhid ibarat usaha menyuburkan daun dan ranting sebuah pohon tanpa mempedulikan kondisi akarnya. Hanya pohon yang memiliki akar kuat akan memiliki batang, ranting, dan dedaunan yang kokoh pula.

Sungguh besar derajat kalimat tauhid di sisi Allah. Sungguh agung kedudukannya di hadapan Pencita langit, bumi dan se isi-isinya. Bahkan kalimat itu bagi Nya sangat teguh, bagaikan pohon yang teguh, kokoh, dan berdiri tegap yang tidak bisa disambar petir atau halilintar. Demi Allah seandainya langit, bumi dan se isi-isinya diletakan di neraca timbangan dan kalimat “La Ilaha Ilallah” diletakan di neraca timbangan yang lain, maka kalimat “La Ilaha Ilallah” akan lebih berat dari langit, bumi dan se isi-isinya.

“La Ilaha Ilallah”. Tiada Tuhan yang patut disembah selain Allah, tiada agama selain agama Allah, tiada syari’at selain syari’at Allah, dan tiada aturan di dunia yang indah dan sempurna selain aturan Allah. Maka kalau ada yang bertanya apa intisari agama yang diturukan para Nabi, dari mulai nabi Adam as sampai nabi kita Muhammad saw? Jawaban yang tepat adalah tegakkan kalimat tauhid “La Illaha Illallah”.

Makanya, Habib Ali Kwitang dan muridnya KH Abdullah Syafi’e selalu menutup majlis majlis mereka setiap minggu dengan kalimat tauhid “La Ilaha Ilallah”. Setelah kalimat itu dibacakan, terasa benar ada sentuhan dan getaran Ilahi yang masuk ke hati sanubari pendengarnya. Karena kalimat baik yang keluar dari hati yang baik dan bersih, tak mungkin ada dinding yang bisa menghalanginya dan pasti akan menembus ke hati pula. Kalimat “La Ilaha Illallah” yang menyentuh qalbu mu’min ini cukup dijadikan sebagai ta’lim atau pelajaran yang tak terlupakan sepanjang hayat dikandung badan.

Sampai sekarang ini, suara Habib Ali masih teringat. Setiap ingat, jiwa kita tergetar oleh pesona kesederhanaan, kerendahan hati, dan kesalehannya yang sukar dibayangkan masyarakat kota sekarang ini, yang cenderung angkuh, sombong, serba duniawi, seolah-olah semua isi dunia hendak mereka kuasai. Padahal, setelah dikuasai, yang mereka dapatkan cuma penyakit demi penyakit yang hampir tak ada obatnya. Karena penyakit mereka bukan terletak di dalam tubuh, melainkan dalam jiwa yang kotor, hati yang mesum dan gersang, yang tidak bisa diobati kecuali dengan siraman rohani dan kalimat tauhid “La Ilaha Illallah” yang selalu dibawakan Habib Ali setiap minggu.

Pernah Rasulallah saw sedang duduk bersama para sahabatnya. Beliau bertanya kepada mereka pertanyaaan yang tidak ada seorangpun yang bisa menjawabnya. “Ada sebuah pohon yang daunya tidak pernah jatuh ke tanah, pohon itu ibarat seorang mukmin yang banyak manfaatnya. Apa gerangan nama pohon itu?”. Tidak ada seorangpun diantara mereka yang bisa menjawab pertanyaannya. Nabi pun menjelaskan: “itulah pohon korma”.

Itulah perumpamaan kalimat tauhid yang dimaksud Rasulallah saw, ibarat pohon korma yang banyak bermanfaat bagi manusia, akarnya teguh dan cabangnya menjulang kelagit. Pohon itu tumbuh subur, tegak dan kokoh di setiap musim, baik di musim kemarau atau dimusim dingin, di terik matahari yang membakar yang suhunya bisa mencapai diatas 50 derajat C atau di saat datangnya musim dingin yang suhu bisa mencapai di bawah 0 derajat.

Pohon yang teguh dan kokoh itu diibaratkan seperti ucapan yang teguh yang tidak hanya bermangfaat bagi kehidupan manusia didunia, akan tetapi berlanjut kemangfaatanya sampai ke akhirat. Allah telah meneguhkan iman seorang mukmin dengan ucapan yang teguh (kalimat tauhid) dalam kehidupannya di dunia dan di akhirat.

“Laa Ilaha Ilallah”, tiada Tuhan selain Allah. inilah kalimat yang selalu dibawakan Habib Ali sampai akhir hayatnya. Sebelum wafat beliaupun sempat mendoakan umat Islam agar dengan kalimat itulah mereka dihidupkan, dengan kalimat itulah mereka dimatikan dan dengan kalimat itu pula insya Allah mereka akan dibangkitkan bersama-sama pemimpin tauhid, Rasulallah saw, di hari kebangkitan


Wallahua’lam

Rabu, 25 Mei 2011

Kata Bijak

"Anggur takkan memabukkan jika tidak diminum. Roti pun takkan mengenyangkan jika hanya untuk pajangan. Demikian pula agama takkan menimbulkan manfaat jika hanya dijadikan bahan perdebatan untuk pemuas intelektualitas. Agama bagai sebuah peta perjalanan menuju Tuhan. Manusia takkan sampai kepada tujuan tsb jika hanya menyibukkan diri membahas peta tetapi tidak pernah memulai perjalanan"

Kamis, 23 Desember 2010

10 Kerusakan Dalam Perayaan Tahun Baru

10 Kerusakan Dalam Perayaan Tahun Baru [..maaf kawan, saya hanya mengingatkan..]

Alhamdulillah. Segala puji hanya milik Allah, Rabb yang memberikan hidayah demi hidayah. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka hingga akhir zaman. Manusia di berbagai negeri sangat antusias menyambut perhelatan yang hanya setahun sekali ini. Hingga walaupun sampai lembur pun, mereka dengan rela dan sabar menunggu pergantian tahun. Namun bagaimanakah pandangan Islam -agama yang hanif- mengenai perayaan tersebut? Apakah mengikuti dan merayakannya diperbolehkan? Semoga artikel yang singkat ini bisa menjawabnya.

Sejarah Tahun Baru Masehi

Tahun Baru pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM (sebelum masehi). Tidak lama setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai kaisar Roma, ia memutuskan untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad ketujuh SM. Dalam mendesain kalender baru ini, Julius Caesar dibantu oleh Sosigenes, seorang ahli astronomi dari Iskandariyah, yang menyarankan agar penanggalan baru itu dibuat dengan mengikuti revolusi matahari, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Mesir. Satu tahun dalam penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365 seperempat hari dan Caesar menambahkan 67 hari pada tahun 45 SM sehingga tahun 46 SM dimulai pada 1 Januari. Caesar juga memerintahkan agar setiap empat tahun, satu hari ditambahkan kepada bulan Februari, yang secara teoritis bisa menghindari penyimpangan dalam kalender baru ini. Tidak lama sebelum Caesar terbunuh di tahun 44 SM, dia mengubah nama bulan Quintilis dengan namanya, yaitu Julius atau Juli. Kemudian, nama bulan Sextilis diganti dengan nama pengganti Julius Caesar, Kaisar Augustus, menjadi bulan Agustus.[1]

Dari sini kita dapat menyaksikan bahwa perayaan tahun baru dimulai dari orang-orang kafir dan sama sekali bukan dari Islam. Perayaan tahun baru ini terjadi pada pergantian tahun kalender Gregorian yang sejak dulu telah dirayakan oleh orang-orang kafir.

Berikut adalah beberapa kerusakan akibat seorang muslim merayakan tahun baru.

Kerusakan Pertama: Merayakan Tahun Baru Berarti Merayakan ‘Ied (Perayaan) yang Haram

Perlu diketahui bahwa perayaan (’ied) kaum muslimin ada dua yaitu ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha. Anas bin Malik mengatakan,

كَانَ لِأَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ يَوْمَانِ فِي كُلِّ سَنَةٍ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَلَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ قَالَ كَانَ لَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا وَقَدْ أَبْدَلَكُمْ اللَّهُ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ الْأَضْحَى

“Orang-orang Jahiliyah dahulu memiliki dua hari (hari Nairuz dan Mihrojan) di setiap tahun yang mereka senang-senang ketika itu. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau mengatakan, ‘Dulu kalian memiliki dua hari untuk senang-senang di dalamnya. Sekarang Allah telah menggantikan bagi kalian dua hari yang lebih baik yaitu hari Idul Fithri dan Idul Adha.’”[2]

Namun setelah itu muncul berbagai perayaan (’ied) di tengah kaum muslimin. Ada perayaan yang dimaksudkan untuk ibadah atau sekedar meniru-niru orang kafir. Di antara perayaan yang kami maksudkan di sini adalah perayaan tahun baru Masehi. Perayaan semacam ini berarti di luar perayaan yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maksudkan sebagai perayaan yang lebih baik yang Allah ganti. Karena perayaan kaum muslimin hanyalah dua yang dikatakan baik yaitu Idul Fithri dan Idul Adha.

Perhatikan penjelasan Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts ‘Ilmiyyah wal Ifta’, komisi fatwa di Saudi Arabia berikut ini:
Al Lajnah Ad Da-imah mengatakan, “Yang disebut ‘ied atau hari perayaan secara istilah adalah semua bentuk perkumpulan yang berulang secara periodik boleh jadi tahunan, bulanan, mingguan atau semisalnya. Jadi dalam ied terkumpul beberapa hal:
Hari yang berulang semisal idul fitri dan hari Jumat.
Berkumpulnya banyak orang pada hari tersebut.
Berbagai aktivitas yang dilakukan pada hari itu baik berupa ritual ibadah ataupun non ibadah.

Hukum ied (perayaan) terbagi menjadi dua:
Ied yang tujuannya adalah beribadah, mendekatkan diri kepada Allah dan mengagungkan hari tersebut dalam rangka mendapat pahala, atau
Ied yang mengandung unsur menyerupai orang-orang jahiliah atau golongan-golongan orang kafir yang lain maka hukumnya adalah bid’ah yang terlarang karena tercakup dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

“Barang siapa yang mengada-adakan amal dalam agama kami ini padahal bukanlah bagian dari agama maka amal tersebut tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Misalnya adalah peringatan maulid nabi, hari ibu dan hari kemerdekaan. Peringatan maulid nabi itu terlarang karena hal itu termasuk mengada-adakan ritual yang tidak pernah Allah izinkan di samping menyerupai orang-orang Nasrani dan golongan orang kafir yang lain. Sedangkan hari ibu dan hari kemerdekaan terlarang karena menyerupai orang kafir.”[3] -Demikian penjelasan Lajnah-
Begitu pula perayaan tahun baru termasuk perayaan yang terlarang karena menyerupai perayaan orang kafir.

Kerusakan Kedua: Merayakan Tahun Baru Berarti Tasyabbuh (Meniru-niru) Orang Kafir

Merayakan tahun baru termasuk meniru-niru orang kafir. Dan sejak dulu Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah mewanti-wanti bahwa umat ini memang akan mengikuti jejak orang Persia, Romawi, Yahudi dan Nashrani. Kaum muslimin mengikuti mereka baik dalam berpakaian atau pun berhari raya.

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِى بِأَخْذِ الْقُرُونِ قَبْلَهَا ، شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ » . فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَفَارِسَ وَالرُّومِ . فَقَالَ « وَمَنِ النَّاسُ إِلاَّ أُولَئِكَ »

“Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?” Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?“[4]

Dari Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ . قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ

“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang penuh lika-liku, pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, Apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” [5]

An Nawawi -rahimahullah- ketika menjelaskan hadits di atas menjelaskan, “Yang dimaksud dengan syibr (sejengkal) dan dziro’ (hasta) serta lubang dhob (lubang hewan tanah yang penuh lika-liku), adalah permisalan bahwa tingkah laku kaum muslimin sangat mirip sekali dengan tingkah Yahudi dan Nashroni. Yaitu kaum muslimin mencocoki mereka dalam kemaksiatan dan berbagai penyimpangan, bukan dalam hal kekufuran. Perkataan beliau ini adalah suatu mukjizat bagi beliau karena apa yang beliau katakan telah terjadi saat-saat ini.”[6]

Lihatlah apa yang dikatakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apa yang beliau katakan memang benar-benar terjadi saat ini. Berbagai model pakaian orang barat diikuti oleh kaum muslimin, sampai pun yang setengah telanjang. Begitu pula berbagai perayaan pun diikuti, termasuk pula perayaan tahun baru ini.

Ingatlah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam secara tegas telah melarang kita meniru-niru orang kafir (tasyabbuh).

Beliau bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” [7]

Menyerupai orang kafir (tasyabbuh) ini terjadi dalam hal pakaian, penampilan dan kebiasaan. Tasyabbuh di sini diharamkan berdasarkan dalil Al Qur’an, As Sunnah dan kesepakatan para ulama (ijma’).[8]

Kerusakan Ketiga: Merekayasa Amalan yang Tanpa Tuntunan di Malam Tahun Baru

Kita sudah ketahui bahwa perayaan tahun baru ini berasal dari orang kafir dan merupakan tradisi mereka. Namun sayangnya di antara orang-orang jahil ada yang mensyari’atkan amalan-amalan tertentu pada malam pergantian tahun. “Daripada waktu kaum muslimin sia-sia, mending malam tahun baru kita isi dengan dzikir berjama’ah di masjid. Itu tentu lebih manfaat daripada menunggu pergantian tahun tanpa ada manfaatnya”, demikian ungkapan sebagian orang. Ini sungguh aneh. Pensyariatan semacam ini berarti melakukan suatu amalan yang tanpa tuntunan. Perayaan tahun baru sendiri adalah bukan perayaan atau ritual kaum muslimin, lantas kenapa harus disyari’atkan amalan tertentu ketika itu? Apalagi menunggu pergantian tahun pun akan mengakibatkan meninggalkan berbagai kewajiban sebagaimana nanti akan kami utarakan.

Jika ada yang mengatakan, “Daripada menunggu tahun baru diisi dengan hal yang tidak bermanfaat, mending diisi dengan dzikir. Yang penting kan niat kita baik.”

Maka cukup kami sanggah niat baik semacam ini dengan perkataan Ibnu Mas’ud ketika dia melihat orang-orang yang berdzikir, namun tidak sesuai tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Orang yang melakukan dzikir yang tidak ada tuntunannya ini mengatakan pada Ibnu Mas’ud,

وَاللَّهِ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ مَا أَرَدْنَا إِلاَّ الْخَيْرَ.

“Demi Allah, wahai Abu ‘Abdurrahman (Ibnu Mas’ud), kami tidaklah menginginkan selain kebaikan.”

Ibnu Mas’ud lantas berkata,

وَكَمْ مِنْ مُرِيدٍ لِلْخَيْرِ لَنْ يُصِيبَهُ

“Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun mereka tidak mendapatkannya.” [9]

Jadi dalam melakukan suatu amalan, niat baik semata tidaklah cukup. Kita harus juga mengikuti contoh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, baru amalan tersebut bisa diterima di sisi Allah.

Kerusakan Keempat: Terjerumus dalam Keharaman dengan Mengucapkan Selamat Tahun Baru

Kita telah ketahui bersama bahwa tahun baru adalah syiar orang kafir dan bukanlah syiar kaum muslimin. Jadi, tidak pantas seorang muslim memberi selamat dalam syiar orang kafir seperti ini. Bahkan hal ini tidak dibolehkan berdasarkan kesepakatan para ulama (ijma’).

Ibnul Qoyyim dalam Ahkam Ahli Dzimmah mengatakan, “Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya.” Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya.

Banyak orang yang kurang paham agama terjatuh dalam hal tersebut. Orang-orang semacam ini tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang mereka perbuat. Oleh karena itu, barangsiapa memberi ucapan selamat pada seseorang yang berbuat maksiat, bid’ah atau kekufuran, maka dia pantas mendapatkan kebencian dan murka Allah Ta’ala.”[10]

Kerusakan Kelima: Meninggalkan Perkara Wajib yaitu Shalat Lima Waktu

Betapa banyak kita saksikan, karena begadang semalam suntuk untuk menunggu detik-detik pergantian tahun, bahkan begadang seperti ini diteruskan lagi hingga jam 1, jam 2 malam atau bahkan hingga pagi hari, kebanyakan orang yang begadang seperti ini luput dari shalat Shubuh yang kita sudah sepakat tentang wajibnya. Di antara mereka ada yang tidak mengerjakan shalat Shubuh sama sekali karena sudah kelelahan di pagi hari. Akhirnya, mereka tidur hingga pertengahan siang dan berlalulah kewajiban tadi tanpa ditunaikan sama sekali. Na’udzu billahi min dzalik.

Ketahuilah bahwa meninggalkan satu saja dari shalat lima waktu bukanlah perkara sepele. Bahkan meningalkannya para ulama sepakat bahwa itu termasuk dosa besar.

Ibnul Qoyyim -rahimahullah- mengatakan, “Kaum muslimin tidaklah berselisih pendapat (sepakat) bahwa meninggalkan shalat wajib (shalat lima waktu) dengan sengaja termasuk dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh, merampas harta orang lain, zina, mencuri, dan minum minuman keras. Orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.”[11]

Adz Dzahabi –rahimahullah- juga mengatakan, “Orang yang mengakhirkan shalat hingga keluar waktunya termasuk pelaku dosa besar. Dan yang meninggalkan shalat -yaitu satu shalat saja- dianggap seperti orang yang berzina dan mencuri. Karena meninggalkan shalat atau luput darinya termasuk dosa besar. Oleh karena itu, orang yang meninggalkannya sampai berkali-kali termasuk pelaku dosa besar sampai dia bertaubat. Sesungguhnya orang yang meninggalkan shalat termasuk orang yang merugi, celaka dan termasuk orang mujrim (yang berbuat dosa).”[12]

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengancam dengan kekafiran bagi orang yang sengaja meninggalkan shalat lima waktu. Buraidah bin Al Hushoib Al Aslamiy berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ

“Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.”[13] Oleh karenanya, seorang muslim tidak sepantasnya merayakan tahun baru sehingga membuat dirinya terjerumus dalam dosa besar.

Dengan merayakan tahun baru, seseorang dapat pula terluput dari amalan yang utama yaitu shalat malam. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ

“Sebaik-baik shalat setelah shalat wajib adalah shalat malam.”[14] Shalat malam adalah sebaik-baik shalat dan shalat yang biasa digemari oleh orang-orang sholih. Seseorang pun bisa mendapatkan keutamaan karena bertemu dengan waktu yang mustajab untuk berdo’a yaitu ketika sepertiga malam terakhir. Sungguh sia-sia jika seseorang mendapati malam tersebut namun ia menyia-nyiakannya. Melalaikan shalat malam disebabkan mengikuti budaya orang barat, sungguh adalah kerugian yang sangat besar.

Kerusakan Keenam: Begadang Tanpa Ada Hajat

Begadang tanpa ada kepentingan yang syar’i dibenci oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Termasuk di sini adalah menunggu detik-detik pergantian tahun yang tidak ada manfaatnya sama sekali. Diriwayatkan dari Abi Barzah, beliau berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَ الْعِشَاءِ وَالْحَدِيثَ بَعْدَهَا

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur sebelum shalat ‘Isya dan ngobrol-ngobrol setelahnya.”[15]

Ibnu Baththol menjelaskan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak suka begadang setelah shalat ‘Isya karena beliau sangat ingin melaksanakan shalat malam dan khawatir jika sampai luput dari shalat shubuh berjama’ah. ‘Umar bin Al Khottob sampai-sampai pernah memukul orang yang begadang setelah shalat Isya, beliau mengatakan, “Apakah kalian sekarang begadang di awal malam, nanti di akhir malam tertidur lelap?!”[16] Apalagi dengan begadang, ini sampai melalaikan dari sesuatu yang lebih wajib (yaitu shalat Shubuh)?!

Kerusakan Ketujuh: Terjerumus dalam Zina

Jika kita lihat pada tingkah laku muda-mudi saat ini, perayaan tahun baru pada mereka tidaklah lepas dari ikhtilath (campur baur antara pria dan wanita) dan berkholwat (berdua-duan), bahkan mungkin lebih parah dari itu yaitu sampai terjerumus dalam zina dengan kemaluan. Inilah yang sering terjadi di malam tersebut dengan menerjang berbagai larangan Allah dalam bergaul dengan lawan jenis. Inilah yang terjadi di malam pergantian tahun dan ini riil terjadi di kalangan muda-mudi. Padahal dengan melakukan seperti pandangan, tangan dan bahkan kemaluan telah berzina. Ini berarti melakukan suatu yang haram.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ

“Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.”[17]

Kerusakan Kedelapan: Mengganggu Kaum Muslimin

Merayakan tahun baru banyak diramaikan dengan suara mercon, petasan, terompet atau suara bising lainnya. Ketahuilah ini semua adalah suatu kemungkaran karena mengganggu muslim lainnya, bahkan sangat mengganggu orang-orang yang butuh istirahat seperti orang yang lagi sakit. Padahal mengganggu muslim lainnya adalah terlarang sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ

“Seorang muslim adalah seseorang yang lisan dan tangannya tidak mengganggu orang lain.”[18]

Ibnu Baththol mengatakan, “Yang dimaksud dengan hadits ini adalah dorongan agar seorang muslim tidak menyakiti kaum muslimin lainnya dengan lisan, tangan dan seluruh bentuk menyakiti lainnya. Al Hasan Al Bashri mengatakan, “Orang yang baik adalah orang yang tidak menyakiti walaupun itu hanya menyakiti seekor semut”.”[19] Perhatikanlah perkataan yang sangat bagus dari Al Hasan Al Basri. Seekor semut yang kecil saja dilarang disakiti, lantas bagaimana dengan manusia yang punya akal dan perasaan disakiti dengan suara bising atau mungkin lebih dari itu?!

Kerusakan Kesembilan: Meniru Perbuatan Setan dengan Melakukan Pemborosan

Perayaan malam tahun baru adalah pemborosan besar-besaran hanya dalam waktu satu malam. Jika kita perkirakan setiap orang menghabiskan uang pada malam tahun baru sebesar Rp.1000 untuk membeli mercon dan segala hal yang memeriahkan perayaan tersebut, lalu yang merayakan tahun baru sekitar 10 juta penduduk Indonesia, maka hitunglah berapa jumlah uang yang dihambur-hamburkan dalam waktu semalam? Itu baru perkiraan setiap orang menghabiskan Rp. 1000, bagaimana jika lebih dari itu?! Masya Allah sangat banyak sekali jumlah uang yang dibuang sia-sia. Itulah harta yang dihamburkan sia-sia dalam waktu semalam untuk membeli petasan, kembang api, mercon, atau untuk menyelenggarakan pentas musik, dsb. Padahal Allah Ta’ala telah berfirman,

وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ

“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (Qs. Al Isro’: 26-27)

Ibnu Katsir mengatakan, “Allah ingin membuat manusia menjauh sikap boros dengan mengatakan: “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” Dikatakan demikian karena orang yang bersikap boros menyerupai setan dalam hal ini.

Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Tabdzir (pemborosan) adalah menginfakkan sesuatu bukan pada jalan yang benar.” Mujahid mengatakan, “Seandainya seseorang menginfakkan seluruh hartanya dalam jalan yang benar, itu bukanlah tabdzir (pemborosan). Namun jika seseorang menginfakkan satu mud saja (ukuran telapak tangan) pada jalan yang keliru, itulah yang dinamakan tabdzir (pemborosan).” Qotadah mengatakan, “Yang namanya tabdzir (pemborosan) adalah mengeluarkan nafkah dalam berbuat maksiat pada Allah, pada jalan yang keliru dan pada jalan untuk berbuat kerusakan.”[20]

Kerusakan Kesepuluh: Menyia-nyiakan Waktu yang Begitu Berharga

Merayakan tahun baru termasuk membuang-buang waktu. Padahal waktu sangatlah kita butuhkan untuk hal yang bermanfaat dan bukan untuk hal yang sia-sia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi nasehat mengenai tanda kebaikan Islam seseorang,

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ

“Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baginya.” [21]

Ingatlah bahwa membuang-buang waktu itu hampir sama dengan kematian yaitu sama-sama memiliki sesuatu yang hilang. Namun sebenarnya membuang-buang waktu masih lebih jelek dari kematian.

Semoga kita merenungkan perkataan Ibnul Qoyyim, “(Ketahuilah bahwa) menyia-nyiakan waktu lebih jelek dari kematian. Menyia-nyiakan waktu akan memutuskanmu (membuatmu lalai) dari Allah dan negeri akhirat. Sedangkan kematian hanyalah memutuskanmu dari dunia dan penghuninya.”[22]

Seharusnya seseorang bersyukur kepada Allah dengan nikmat waktu yang telah Dia berikan. Mensyukuri nikmat waktu bukanlah dengan merayakan tahun baru. Namun mensyukuri nikmat waktu adalah dengan melakukan ketaatan dan ibadah kepada Allah. Itulah hakekat syukur yang sebenarnya. Orang-orang yang menyia-nyiakan nikmat waktu seperti inilah yang Allah cela. Allah Ta’ala berfirman,

أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُم مَّا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَن تَذَكَّرَ وَجَاءكُمُ النَّذِيرُ

“Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan?” (Qs. Fathir: 37). Qotadah mengatakan, “Beramallah karena umur yang panjang itu akan sebagai dalil yang bisa menjatuhkanmu. Marilah kita berlindung kepada Allah dari menyia-nyiakan umur yang panjang untuk hal yang sia-sia.”[23]

Inilah di antara beberapa kerusakan dalam perayaan tahun baru. Sebenarnya masih banyak kerusakan lainnya yang tidak bisa kami sebutkan satu per satu dalam tulisan ini karena saking banyaknya. Seorang muslim tentu akan berpikir seribu kali sebelum melangkah karena sia-sianya merayakan tahun baru. Jika ingin menjadi baik di tahun mendatang bukanlah dengan merayakannya. Seseorang menjadi baik tentulah dengan banyak bersyukur atas nikmat waktu yang Allah berikan. Bersyukur yang sebenarnya adalah dengan melakukan ketaatan kepada Allah, bukan dengan berbuat maksiat dan bukan dengan membuang-buang waktu dengan sia-sia. Lalu yang harus kita pikirkan lagi adalah apakah hari ini kita lebih baik dari hari kemarin? Pikirkanlah apakah hari ini iman kita sudah semakin meningkat ataukah semakin anjlok! Itulah yang harus direnungkan seorang muslim setiap kali bergulirnya waktu.

Ya Allah, perbaikilah keadaan umat Islam saat ini. Perbaikilah keadaan saudara-saudara kami yang jauh dari aqidah Islam. Berilah petunjuk pada mereka agar mengenal agama Islam ini dengan benar.

“Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.” (Qs. Hud: 88)

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.

Disempurnakan atas nikmat Allah di Pangukan-Sleman, 12 Muharram 1431 H

Menyambut Tahun baru 1431H/2010M dengan Taubat dan Semangat Mencari Ridha Allah

Lembaran baru tahun 2010, tepatnya 1 Januari 2010 Masehi bersamaan dengan tanggal 15 Muharram 1431 Hijriah. Awal tahun 2010 itu bertepatan dengan hari Jum’at, hari kelima dalam urutan hari menurut kalender Islam yang juga merupakan hari raya kecil buat ummat Islam. Ya, memang Islam mengenal tiga hari raya. Tiga hari raya itu adalah hari raya Idul Fitri, hari Raya Idul Adha/Qurban/hari raya Hajji, dan hari raya kecil setiap hari Jum’at. Lantaran itu setiap muslim laki-laki yang telah akil baligh wajib mendatangi shalat Jum’at di masjid dan meninggalkan perniagan (dilarang melakukan jual—beli). Saya sebagai ummat Islam melaksanan shalat Jum’at di masjid Assalam. Ketika itu yang bertindak sebagai khatib dan imam adalah Drs. Supriadi, seorang rekan guru yang juga da’i dan pemilik pondok pesantren Miftahul Jannah. Judul khutbah Jum’atnya “Menyambut Tahun Baru 1431/2010M dengan Taubat dan Semangat Mencari Ridha Allah”. Senyampang masih dalam koridor awal tahun baru, maka isi khutbah Jum’at ini baik kita cermati dan ditindaklanjuti. Apalagi saya khususnya, merupakan insan yang banyak sekali berlumuran dosa. Belum bisa menjadi muslim yang kaffah, belum sepenuhnya ber-fastaqul khairat dan ber-amar ma’ruf nahi munkar. Semoga Allah memberi hidayah-Nya kepada kita semua hingga menjadi ummat Islam yang paripurna.

Saya sebelumnya mohon maaf sebab dalam paparan berikut terpaksa tidak bisa mencantumkan isi kutipan Al Qur’an dalam bahasa dan tulisan aslinya, seperti yang dituliskan oleh sang khatib. Hal ini terjadi lantaran keterbatasan yang ada.

Berikut ini isi khutbah Jum’at tersebut:

Menyambut Tahun Baru 1432H/2011M

dengan Taubat dan Semangat

Mencari Ridha Allah


Tahun 1431 Hijriah dan tahun 2010 Masehi sudah kita tinggalkan. Ini berarti kesempatan hidup kita sudah berkurang satu tahun, padahal kita tidak mengetahui berapa lamanya kita diberi kesempatan untuk tinggal di alam dunia ini.

Berbahagialah bagi orang yang menghabiskan waktu di dunia ini dengan keimanan dan ketakwaan dan sebaliknya merugilah bagi orang yang mengisi hidupnya dengan kemaksiatan dan kedurhakaan. Allah SWT berfirman dalam Al Qur’an (Q.S.) Asy-Syam:9—10 yang artinya:

9. “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa

itu,

10. dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”.


Saudara Hadirin Jama’ah Jum’at yang dirahmati Allah SWT.


Kita perlu mempersiapkan bekal untuk menghadap kepada Dzat Yang Maha Suci yaitu Allah Rabbul ‘Izzati. Kita menyadari bahwa kita hamba Allah yang lemah, yang selalu membutuhkan pertolongan Allah dalam menghadapi tantangan hidup. Kita tidak bisa lepas dari musuh dalam diri kita yang berupa hawa nafsu dan musuh dari luar berupa manusia, jin, dan syaithan. Disadari atau tidak kita sering berbuat salah dan dosa. Kita sering berbuat ma’siat.

Dan kini Allah masih memberi kesempatan bagi kita untuk menghapus dosa dan kesalahan yang selama ini kita lakukan. Kita tidak boleh lengah, kita jangan pesimis dan putus asa. Allah menyuruh kita agar segera bertaubat dengan taubatan nashuha. Allah akan mengampuni dosa kita.

Di tahun baru ini kita koreksi diri kita sendiri secara jujur, setelah kita temukan bertumpuk-tumpuk dosa dan kesalahan, baik yang kita sengaja atau tidak. Baik dosa kepada sesama ummat manusia maupun dosa terhadap Allah Sang Maha pencipta, maka kita harus memutuskan untuk bertaubat.


Pertama: Bertaubat dari perbuatan syirik.

Syirik adalah dosa yang paling besar dan penghalang bagi pelakunya masuk surga. Lantaran perbuatan syirik, masa depan di akhiratnya akan hancur. Kehancuran itu telah digambarkan dalam Q.S. Al-Hajji:31 yang artinya sebagai berikut:

“Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka dia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh”.


Kedua : Bertaubat dari sifat sombong.

Islam adalah agama sempurna yang membimbing ummatnya agar bahagia dunia dan akhirat. Untuk itu Islam mengajarkan agar ummat Islam memiliki sifat tawadhu’ dan rendah hati, tidak sombong. Dalam sebuh hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, menyebutkan bahwa Nabi SAW bersabda:
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِيْ قَلْبِهِ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ

Artinya: “Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan seberat biji sawi/debu”.

Kemudian seorang sahabat bertanya, adakalanya sesorang itu suka berpakaian bagus, maka Nabi bersabda:
اِنَّ اللهَ جَمِيْلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ : اَلْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ

Artinya: “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Adapun sombong itu menolak kebenaran dan merendahkan orang lain”.


Ketiga: Bertaubat dari perbuatan dusta.

Kita dilarang berdusta, dan apabila dalam tahun yang sudah kita lalui kita sering berdusta, maka seharusnya kita segera bertaubat. Dengan demikian dosa kita dalam berdusta akan terampuni.

Bagi seseorang yang tidak mau bertaubat dan masih terus-menerus melakukan perbuatan dusta, maka ia menanggung resiko yang sangat besar. Barang siapa yang berdusta atas nama Nabi Muhammad SAW, maka ketahuilah bahwa Rasulullah SAW bersabda :

مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَالْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

Artinya: “Barang siapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah ia mempersiapkan tempat duduknya di dalam neraka”.


Keempat: Bertaubat dari perbuatan hasud (dengki).

Hasud atau dengki ini sangat dilarang dalam Islam, sebab dapat menyengsarakan orang lain, dapat menjadikan pelakunya tidak bisa tentram dan selalu gelisah dalam hidupnya. Orang yang dengki tidak rela orang lain memperoleh karunia Allah, tidak rela orang lain medapat kenikmatan, bahkan ingin agar nikmat orang lain itu berpindah pada dirinya. Apabila di antara kita punya dosa semacam ini marilah kita dengan sadar, rendah hati untuk bertaubat dan mohon ampun kepada Allah SWT sebab kalau belum bertaubat sudah dipanggil oleh Allah, bahayanya besar, yaitu amal baiknya akan hapus. Rasulullah SAW bersabda :
اِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأَكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ

Artinya: “Berhati-hatilah kamu dari perbuatan hasud atau dengki, sebab dengki itu akan menghapus amal kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar” (H.R. Abu Dawud).


Kelima: Bertaubat dari provokasi.

Provokasi dalam bahasa Jawanya adalah adu-adu, atau adu domba. Provokasi adalah menceritakan keburukan seseorang kepada orang lain supaya mereka membenci atau memusuhinya, disamping itu ia sendiri ingin dianggap berjasa dan mendapat bagian keuntungan. Kita ummat Islam dilarang melakukan provokasi, sebab bagi orang yang tidak hati-hati dalam menerima informasi bila lupa diri, bisa emosi, dan tidak takut kepada Allah. Akibat dari provokasi sering terjadi perpecahan di kalangan ummat, terjadi pertikaian antar suku bangsa, dan terjadilah permusuhan satu dengan lain. Oleh karena itu melalui khutbah Jum’at kali ini, saya mengajak diri sendiri dan saudara sekalian untuk menghindari provokasi. Marilah kita bertaubat kepada Allah dengan taubatan nashuhaa.

Bagi seorang provokator yang belum bertaubat, maka ia pasti menyesal di alam akhirat kelak. Ketauhilah wahai saudaraku bahwa Nabi SAW bersabda dalam sebauh hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim sebagai berikut :

لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ نَمَّامٌ

Artinya: “Tidak akan masuk surga orang yang berbuat provokasi”.


Di awal Tahun baru 1431 H/Tahun baru 2010 M ini, kita bersihkan dosa dan kesalahan kita dengan bertaubat kepada Allah SWT. Kemudian kita bertekat untuk menghiasi hari demi hari yang akan datang dengan iman dan amal shalih yang di syari’atkan oleh Allah SWT. Kita sadari bahwa bahwa apa yang kita kerjakan setiap saat itu selalu diawasi oleh Allah SWT dan dimintai pertanggungjawabannya. Kita yaqin bahwa Allah tidak lupa tentang sesuatu yang kita kerjakan, walaupun kita sendiri sudah lupa. Allah SWT berfirman dalam Q.S. Ali Imran:99 yang artinya: 

“Allah sekali-kali tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan”.


Kita orang Islam yang beriman, telah dijanjikan surga oleh Allah. Kita harus tetap bersemangat untuk mencapainya. Apabila kita menilai diri kita masing-masing, bahwa kita masih banyak kesalahan, masih berbuat melampaui batas, masih berlumuran dosa, maka Allah memanggilnya dengan panggilan kasih sayang-Nya, agar kita tidak berputus asa terhadap rahmat Allah SWT, sebagaimana firman-Nya dalam Q.S. Az-Zumar:53 yang artinya sebagai berikut :

“Katakanlah: Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.


Demikianlah yang dapat kami sampaikan, semoga Allah SWT mengampuni dosa dan kesalahan kita selama ini dan memberikan petunjuk serta bimbingan ke jalan yang lurus kepada kita, keluarga dan anak-anak kita, dan ummat Islam di lingkungan kita agar berhasil mengarungi hidup ini untuk meraih bahagian di dunia dan di akhirat. Amiyn.


SEJARAH DAN CARA MERAYAKAN DI MASA LAMPAU
   
Tahun baru adalah suatu perayaan yang menandakan berakhirnya masa satu tahun dan menandai dimulainya hitungan tahun selanjutnya. Kalender Romawi kuno menggunakan tanggal 1 Maret sebagai Hari Tahun Baru. Belakangan, orang Romawi Kuno menggunakan tanggal 1 Januari sebagai awal tahun yang baru. Pada Abad Pertengahan, kebanyakan negara-negara Eropa menggunakan tanggal 25 Maret, hari raya umat Kristen yang disebut Hari Kenaikan Tuhan, sebagai awal tahun yang baru. Hingga tahun 1600, kebanyakan negara-negara Barat telah menggunakan sistem penanggalan yang telah direvisi, yang disebut kalender Gregorian.

Kebanyakan orang di masa silam memulai tahun yang baru pada hari panen. Mereka melakukan kebiasaan-kebiasaan untuk meninggalkan masa lalu dan memurnikan dirinya untuk tahun yang baru. Orang Persia kuno mempersembahkan hadiah telur untuk Tahun Baru, sebagai lambang dari produktivitas.

Orang Romawi kuno saling memberikan hadiah potongan dahan pohon suci. Belakangan, mereka saling memberikan kacang atau koin lapis emas dengan gambar Janus, dewa pintu dan semua permulaan. Bulan Januari mendapat nama dari dewa bermuka dua ini (satu muka menghadap ke depan dan yang satu lagi menghadap ke belakang). Orang-orang Romawi mempersembahkan hadiah kepada kaisar.

Para kaisar lambat-laun mewajibkan hadiah-hadiah seperti itu. Para pendeta Keltik memberikan potongan dahan mistletoe, yang dianggap suci, kepada umat mereka. Orang-orang Keltik mengambil banyak kebiasaan tahun baru orang-orang Romawi, yang menduduki kepulauan Inggris pada tahun 43 Masehi.

Pada tahun 457 Masehi gereja Kristen melarang kebiasaan ini, bersama kebiasaan tahun baru lain yang dianggapnya merupakan kebiasaan kafir. Pada tahun 1200-an pemimpin-pemimpin Inggris mengikuti kebiasaan Romawi yang mewajibkan rakyat mereka memberikan hadiah tahun baru. Para suami di Inggris memberi uang kepada para istri mereka untuk membeli bros sederhana (pin). Kebiasaan ini hilang pada tahun 1800-an, namun istilah pin money, yang berarti sedikit uang jajan, tetap digunakan. Banyak orang-orang koloni di New England, Amerika, yang merayakan tahun baru dengan menembakkan senapan ke udara dan teriak, sementara yang lain mengikuti perayaan di gereja atau pesta terbuka.

Sekalipun tahun baru juga merupakan hari suci Kristiani, tahun baru sudah lama menjadi tradisi sekuler yang menjadikannya sebagai hari libur umum nasional untuk semua warga Amerika. Di Amerika Serikat, kebanyakan perayaan dilakukan malam sebelum tahun baru, pada tanggal 31 Desember, di mana orang-orang pergi ke pesta atau menonton program televisi dari Times Square di jantung kota New York, di mana banyak orang berkumpul. Pada saat lonceng tengah malam berbunyi, sirene dibunyikan, kembang api diledakkan dan orang-orang menerikkan “Selamat Tahun Baru” dan menyanyikan Auld Lang Syne. 
   
Menurut Syariah    
   
Benarkah tahun baru harus kita sambut dengan sepesial? Semisal saling mengucapkan ucapan selamat, lewat lisan atau tulisan yang kita tulis di kartu ucapan tahun baru. Sedemikian istimewakah makna tahun baru bagi umat manusia? Coba perhatikan pernyataan Al Imam Ibnu Tammiyah radhiaallahu anhu. Adapun mengucapkan selamat terhadap syiar-syiar keagamaan orang-orang kafir yang khusus bagi mereka, maka hukumnya haram menurut kesepakatan para ulama, seperti mengucapkan selamat terhadap hari-hari besar mereka dan puasa mereka, seperti mengucapkan semoga hari besar ini diberkahi atau ucapan semisalnya dalam rangka hari besar tersebut.

Sedang Umar bin Khatab ra berkata, terkait dengan momentum tahun baru Masehi atau hari-hari besar lain yang merupakan hari-hari besar orang-orang Yahudi dan Nasrani. “Janganlah kalian mengunjungi kaum Musyrikin di gereja-gereja ( rumah-rumah ibadah) mereka pada hari besar mereka, karena sesungguhnya kemurkaan Allah akan turun atas mereka” (HR. Al Baihaqi, no:18640)

“Hindarilah musuh-musuh Allah pada momentum hari-hari besar mereka” (HR.Ibid. no:18641)

Dari kedua hadist tersebut, jelaslah sudah kalau mengucapkan selamat atau ikut serta dalam merayakan hari-hari besar kaum musyrikin (Tahun baru, Natal,Valentine,dll) hukumnya haram dilakukan oleh umat Islam. Karena moment tahun baru atau moment-moment lainnya merupakan pencampuradukan antara Al Haq dan kebathilan. Yang lebih banyak nilai mudharatnya, ketimbang sisi positifnya. Selain kufur, perayaan tahun baru juga menghabiskan banyak uang dan perilaku hura-hura semisal sex, ugal-ugalan dijalan dan hal ini lah yang menunjukkan akan budaya sampah.

Sebagai umat Islam tentunya kita harus konsisten terhadap keyakinan/akidah yang kita anut, karena sesungguhnya merayakan momen tahun baru itu bukanlah budaya Islam, jadi janganlah sekali-kali terpengaruh dan mengadopsinya menjadi bagian dari budaya kaum muslimin.

“Sebagian besar ahli kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran." (TQS. Al-Baqarah [2]:109)

Coba perhatikan ayat tersebut ! Sesungguhnya, moment tahun baru itu salah satu tipu muslihat orang-orang musyirikin untuk menyesatkan kaum muslimin dari jalan kebenaran, jalan yang penuh dengan cahaya rahmat dan karunia-Nya. Karena sejatinya, kaum musyirikin itu mengetahui kalau agama Islam adalah agama yang rahmatan lil’alamin, sehingga hati mereka menjadi dengki dan berusaha mengembalikan keyakinan kaum muslimin pada kekafiran agar jauh dari cahaya Allah.

“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mentaati orang-orang kafir itu, niscaya mereka akan mengembalikanmu kebelakang ( Kepada kekafiran), lalu jadilah kamu orang-orang yang merugi.” (TQS. Ali Imron [3]: 149)

Berdasarkan penjelasan diatas, terlihat sudah bahwa tahun baru adalah bagian dari perayaan orang kufur. Namun sayang, umat islam saat bagaikan bebek yang sekedar mengikut. Justru seharusnya, kita sebagai umat yang terbaik sebagaimana yang dijanjikan Allah SWT di dalam ayat suci menjadi culture leader yang menciptakan agar mereka (orang kufur) mengikuti budaya kita (Islam). Tentunya, tak ada seorang pun diantara kita yang ingin menjadi orang yang merugi dan amal  ibadahnya tertolak oleh Allah Swt. Kalau demikian, mari bersama-sama bersiaga dalam menghalau datangnya budaya kaum musyirikin yang mereka proklamirkan lewat liberalisme, modernitas dan premisivisme budaya.

Lebih baik pada tahun baru 2011, kita jadikan sebagai momen untuk menuju perubahan dan kemulian diri dan kemulian kaum muslimin. [can/syabab.com]